Minggu, 26 Oktober 2014

Manajemen Qolbu

BERTAWAKAL KEPADA ALLAH ITU MENENANGKAN

K
ita hidup dengan beragam perihal; ada yang kita senangi, ada pula yang kita ingini. Karenanya, mari kita sikapi segala yang terjadi dalam hidup ini dengan berprasangka baik kepada Allah. Kita yakin bahwa Allah tahu yang terbaik bagi kita---pun batas kemampuan kita. Insya Allah, Allah akan membantu kita melewati segala macam takdir-Nya yang telah digariskan kepada kita. Maka, ketika menghadapi ujian-Nya, bukan keluhan atau protes yang seharusnya kita kedepankan, melainkan syukur dan sabarlah yang patut kita utamakan.
Ketika kita merasa tidak mampu, maka katakan dalam hati, dalam do’a kita “ Ya Allah, Engkau mengetahui batas kemampuanku, Engkau mengetahui batas kesiapanku, dan bantu aku untuk melewatinya.” Segeralah mengucapkan istigfar kepada Allah atas keluh kesah yang sering kita tuturkan, baik yang kita sadari maupun yang tidak. Lalu bersimpuhlah di hadapan Allah Rabb semesta alam seraya memohon yang terbaik menurut pengetahuan-Nya.
Bukankah Allah Swt telah memberitahu kita bahwa justru karena kita telah beriman Ia akan menguji kita—apakah kita akan sabar atau sebaliknya: hanya mengeluh tanpa usaha. Mari kita simak kembali firman-Nya yang mulia ini :
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan: “ Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-prang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta (Q.s. al-Ankabuut [29]: 2-3)
Kala menghadapi ujian-Nya, maka bersabarlah dan berusahalah untuk menghadapinya dengan tetap mengindahkan rambu-rambu yang ada, jangan halalkan segala cara karena justru itu akan mendatangkan murka-Nya. Bukankah sering kita dengar sebuah kata bijak yang menyebutkan: Kita tidak mungkin dapat mengubah arah angin. Yang bisa kita lakukan adalah mengubah bentangan layar supaya perahu tetap melaju ke arah pelabuhan harapan?
Jadi tawakal itu bukan pasrah tanpa ikhtiar. Berusaha secara maksimal, lalu biarkan Allah yang menentukan hasilnya. Ada pun hasilnya, pasti itu yang terbaik bagi kita.
              Sahl at-Tusturi dalam Jami’ul Ulum wal Hikam mengatakan, “ Barang siapa mencela usaha (meninggalkan sebab), maka dia telah mencela sunatullah (ketentuan yang Allah tetapkan). Barang siapa mencela tawakal, maka dia telah meninggalkan keimanan. Ibnu Rajab rahimahumullah menambahkan—masih dalam Jami’ul Ulum wal Hikam.
            “Tawakal adalah benarnya penyandaran hati kepada Allah’Azza a Jalla untuk meraih berbagai kemaslahatan dan menghhilangkan bahaya baik dalam urusan dunia maupun akhirat, menyerahkan semua urusan kepada-Nya, serta menyakinkan dengan sebenar-benarnya baha tidak ada yang memberi, menghalangi, mendatangkan bahaya, dan mendatangkan manfaat kecuali hanya Allah semata.”
            Semoga firman Allah berikut mampu menenangkan hati kita kala sedang berusaha untuk taakal kepada-Nya, “barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rizeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan berang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiaptiap sesuatu (Q.s. ath-Thalaaq [65] : 2-3)
Hamba yang sejati adalah hamba yang mau menerima dan ridha terhadap apa yang Allah takdirkan bagi dirinya. Tetap berprasangka baik (husnuzhan) bahwa itulah yang terbaik bagi dirinya.


Sumber : Hidayat, Umar.2013. Menjadi Lebih Baik Agar Selalu Ditolong Allah. Yogyakarta : Pro-U Media.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar