BERTAWAKAL
KEPADA ALLAH ITU MENENANGKAN
K
|
ita hidup dengan beragam perihal; ada yang
kita senangi, ada pula yang kita ingini. Karenanya, mari kita sikapi segala
yang terjadi dalam hidup ini dengan berprasangka baik kepada Allah. Kita yakin
bahwa Allah tahu yang terbaik bagi kita---pun batas kemampuan kita. Insya
Allah, Allah akan membantu kita melewati segala macam takdir-Nya yang telah
digariskan kepada kita. Maka, ketika menghadapi ujian-Nya, bukan keluhan atau
protes yang seharusnya kita kedepankan, melainkan syukur dan sabarlah yang
patut kita utamakan.
Ketika kita
merasa tidak mampu, maka katakan dalam hati, dalam do’a kita “ Ya Allah, Engkau
mengetahui batas kemampuanku, Engkau mengetahui batas kesiapanku, dan bantu aku
untuk melewatinya.” Segeralah mengucapkan istigfar kepada Allah atas keluh
kesah yang sering kita tuturkan, baik yang kita sadari maupun yang tidak. Lalu
bersimpuhlah di hadapan Allah Rabb semesta alam seraya memohon yang terbaik
menurut pengetahuan-Nya.
Bukankah
Allah Swt telah memberitahu kita bahwa justru karena kita telah beriman Ia akan
menguji kita—apakah kita akan sabar atau sebaliknya: hanya mengeluh tanpa
usaha. Mari kita simak kembali firman-Nya yang mulia ini :
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan:
“ Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami
telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah
mengetahui orang-prang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang
yang dusta
(Q.s. al-Ankabuut [29]: 2-3)
Kala
menghadapi ujian-Nya, maka bersabarlah dan berusahalah untuk menghadapinya
dengan tetap mengindahkan rambu-rambu yang ada, jangan halalkan segala cara
karena justru itu akan mendatangkan murka-Nya. Bukankah sering kita dengar
sebuah kata bijak yang menyebutkan: Kita tidak mungkin dapat mengubah arah
angin. Yang bisa kita lakukan adalah mengubah bentangan layar supaya perahu
tetap melaju ke arah pelabuhan harapan?
Jadi tawakal itu bukan pasrah tanpa ikhtiar.
Berusaha secara maksimal, lalu biarkan Allah yang menentukan hasilnya. Ada pun
hasilnya, pasti itu yang terbaik bagi kita.
Sahl at-Tusturi dalam Jami’ul Ulum
wal Hikam mengatakan, “ Barang siapa mencela usaha (meninggalkan sebab), maka
dia telah mencela sunatullah (ketentuan yang Allah tetapkan). Barang siapa
mencela tawakal, maka dia telah meninggalkan keimanan. Ibnu Rajab
rahimahumullah menambahkan—masih dalam Jami’ul Ulum wal Hikam.
“Tawakal
adalah benarnya penyandaran hati kepada Allah’Azza a Jalla untuk meraih
berbagai kemaslahatan dan menghhilangkan bahaya baik dalam urusan dunia maupun
akhirat, menyerahkan semua urusan kepada-Nya, serta menyakinkan dengan
sebenar-benarnya baha tidak ada yang memberi, menghalangi, mendatangkan bahaya,
dan mendatangkan manfaat kecuali hanya Allah semata.”
Semoga
firman Allah berikut mampu menenangkan hati kita kala sedang berusaha untuk
taakal kepada-Nya, “barang siapa
bertawakal kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan
memberinya rizeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan berang siapa yang
bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan urusan yang
(dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiaptiap
sesuatu (Q.s. ath-Thalaaq [65] : 2-3)
Hamba yang sejati adalah hamba yang mau
menerima dan ridha terhadap apa yang Allah takdirkan bagi dirinya. Tetap
berprasangka baik (husnuzhan) bahwa itulah yang terbaik bagi dirinya.
Sumber : Hidayat, Umar.2013. Menjadi Lebih Baik Agar Selalu Ditolong Allah. Yogyakarta : Pro-U
Media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar